Jumat, 23 April 2010

Transisi or Regresi

Hmm…. Kata salah satu temenku aku sekarang lagi dalam masa transisi. Wait… masa transisi itu kan tugas perkembangan masa remaja??? Padahal aku kan udah memasuki masa dewasa awal!!! Mungkin benar kalinya ya dengan istilah “menjadi dewasa itu adalah sebuah pilihan”, sepertinya itu sedang terjadi pada diriku. Apa benar aku masih belum rela meninggalkan masa remajaku??? Seperti ini perlu diperbincangkan…..

Masa transisi merupakan perubahan dimana seseorang senang/ tidak senang tidak mungkin mempertahankan masa kanak-kanaknya. Tapi bolehkah ini dipinjam untuk hal yang sedikit mirip dengan yang sedang aku alami, yaitu masih sulit melepas masa remajaku?

Masa remaja adalah masa dimana kita membentuk identitas diri. Karena proses pemantapan diri tidak selamanya berjalan dengan mulus, maka dari itu banyak ahli yang mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa storm and stress. Masa-masa remajaku memang benar-benar kulalui dengan masa-masa yang penuh dengan storm and stress dalam pembentukan konsep diri terutama. Konsep diri merupakan pandangan terhadap diri sendiri yang sudah terbentuk mulai kita berusia 4 tahun. Konsep diri sendiri akan melahirkan harga diri (kita dapat menyimpulkan orang lain memandang kita seperti apa), yang akhirnya akan memunculkan rasa percaya diri (suatu kondisi mental yang merasa mampu melihat kekurangan dan kelebihan dirinya sendiri).

Konsep Diri >>>> Harga Diri >>>> Percaya Diri

Sebagai anak yang terlahir sebagai anak kembar bagi sebagian orang yang tidak berada dalam posisi ini mungkin menjadi hal yang istimewa. Tapi tidak ada sesuatu pun yang perfect di dunia ini. Tentu aku dan kembaranku pun memiliki hambatan dalam melewati masa remaja kami. Karena kami dilahirkan sebagai anak terakhir otomatis perhatian orang tua atau saudara sangat berlimpah ke kami, apalagi kami kembar, maka semakin besar lah perhatian yang kami dapat dari orang-orang di sekeliling kami. Seiring waktu berjalan kami pun tumbuh menjadi gadis remaja yang manis-manis dengan prestasi akademik yang bisa dibilang “not bad” lah, dan bahkan kami hampir setiap tahunnya berada di kelas yang terbaik di sekolah kami. Kami berdua juga jarang banget malah bertengkar, paling-paling bertengkar cuma gara-gara hal kecil dan tak lama udah baikan lagi.

Oke di bidang akademis mungkin kami memang sudah menjalankan tugas perkembangan dengan baik Tapi dalam hal lainnya kami mengalami perkembangan yang berbeda. Contohnya ni, aku berkembang menjadi anak yang cenderung introvert, sedangkan mimi kembaranku cenderung berkembang menjadi anak yang ekstrovert. Kami benar-benar pribadi yang sama sekali berbeda walau mungkin sepintas lalu bagi orang-orang yang tidak terlalu mengenal kami, kami terlaihat tidak jauh berbeda.

Dari kecil Mimi lebih terlihat lebih berani daripada aku. Aku cenderung lebih sering menjadi orang yang berada di belakang layar. Aku anaknya tidak terlalu banyak bicara, tidak berani untuk maju duluan, tidak terlalu banyak memiliki teman, tidak pintar mengatur masalah keuangan karena cenderung boros. Dari SMP kami sudah dibiasakan oleh papa jajannya diberi perminggu agar kami belajar mengontrol keuangan, tetapi uangnya selalu kusimpan di Mimi. Dan sampai sekarang pun masih begitu. Yah lebih tepatnya aku berkembang menjadi anak yang sangat-sangat bergantung pada orang lain. Bahkan kemana-mana pun tidak berani pergi sendirian, harus ditemenin, Kalo nggak mendingan aku di rumaha aja deh!!! Mungkin ini karena aku terbiasa kemana-mana selalu berdua ama mimi kembaranku kali ya…

Oia aku tadi bahas tentang masa remajaku yang benar-benar dipenuhi ama strom and stress kan, nah mari kita bahas >>>

Terkadang aku sebel juga, seandainya aku bisa memutar kembali waktu untuk memperbaiki konsep diriku. Tapi ya nggak mungkin lah… Saat remaja aku punya masalah dalam hal belajar mandiri. Baik mandiri perilaku maupun mandiri secara emosional. Aku berkembang menjadi pribadi yang tidak independent (sangat bergantung pada orang lain) dan sangat egosentris (suka ngambek, susah bekerja sama dengan orang lain karena selalu ingin merasa bebas, sulit menyesuaikan diri pada hal atau lingkungan baru). Hal inilah yang akhirnya membuat aku berkembang menjadi anak yang selalu merasa tidak stabil, merasa tidak aman karena tidak dapat menyesuaikan diri, emosi juga sering tertekan sehingga terkadang muncul rasa sedih dan tidak bahagia, sering ngambek, sedikit anti sosial, suka merasa kesepian, dan sangat sering melarikan diri. Karena masalah-masalah tersebut lebih sering tidak terselesaikan pada saat itu jadinya sedikit banyak masih terbawa hingga aku yang sudah berumur 23 tahun ini. Secara tidak sadar hal-hal tersebut menjadi kebiasaan bagiku.

Di awal masa kuliah aku benar-benar mengalami konflik yang sangat berat. Aku yang punya masalah kepribadian yang lumayan banyak ini dengan beraninya mengambil jurusan Psikologi. Jujur dari kecil aku bercita-cita menjadi dokter hewan, dan saat akhir-akhir masa SMA aku sangat tertarik pada Fotografi. Tapi yah dengan pribadi ku yang masih sulit untuk mengambil keputusan sendiri akhirnya tak satu pun tercapai. Ikut SPMB pun aku ngasal aja dan gagal, sampai akhirnya aku ambil jurusan Psikologi atas rekomendasi temenku. Dan saat itu aku benar-benar sangat buta dengan “apa itu psikologi?” and disinilah aku sekarang yang masih belum kelar juga skripsinya.

Di awal kuliah ntu aku benar-benar menjadi anak yang super duper pendiam. Aku seperti pindah ke planet lain, ke planet yang berisi orang-orang tidak aku kenal, lingkungan yang sangat berbeda dengan kota tempat ku dibesarkan, bidang yang sama sekali bukan minat ku, dan sebagainya. Tapi yah sejauh aku kuliah prestasiku juga standar lah. Tapi teteup aku masih menjadi pribadi yang tidak berani bertanya dan maju untuk mengemukakan pendapatku. Masih rajin nyatat apa yang dikatakan dosen karena aku punya masalah dengan daya tangkap. Kalo nggak punya catatan aku nggak bisa ngulang materi kuliah dan ujung-ujungnya malah lupa. Hubungan sosialku ya hanya sebatas teman sekelas aja. Dan punya beberapa sahabat dekat. Bisa kalian bayangkan, aku tidak banyak kenal mahasiswa lain, jangankan yang lain fakultas, yang berbeda kelas aja aku kenalnya Cuma beberapa orang ajah. Kuper banget kan???

Sebenarnya dari SMP aku memang bermasalah dengan yang namanya jumlah teman. Karena dari SMP ampe SMA aku sekelasnya kebanyakan dengan orang yang itu-itu aja. Mana waktu SMP kelas kami terletak satu kawasan dengan kakak kelas, jadi ya kenalnya cuma ama teman sekelas dan beberapa teman dari SD yang sama ajah. Nah dari situlah aku terkenal menjadi anak yang kuper dan sombong karena nggak pinter bergaul. Bagi teman-teman yang lain sih ini tidak terlalu menjadi masalah bagi perkembangan mereka. Tapi bagi aku yang konsep diri yang kurang baik ini memang sangat berpengaruh bagi masa remaja ku. Orang banyak tau aku juga karena aku kembar, coba nggak kembar pasti sedikit pun aku bukanlah orang yang gambang terlirik oleh orang lain. Jadi buat teman-teman yang di facebook jangan marah ya kalo aku bilang lupa kamu siapa, karena aku memang punya masalah dengan yang namanya konsep pertemanan, peace….. Tapi dari SMP teman terbaikku adalah diary, hehehe yaaaa aku tidak terlalu pintar untuk bercerita secara lisan jadi aku lebih lancar menceritakan semua yang kurasa ke berlembar-lembar kertas itu. Tapi sebagian diary itu udah ntah dimana keberadaannya sekarang, hehehe… Dan jangan heran sampai sekarang diaryku kebanyakan isinya tentang keluhan-keluhan, kebingungan-kebingungan, dan rasa sayangku pada seseorang. Karena hanya pada saat-saat itulah tanganku dan otakku sinkron untuk bekerja sama mengeluarkan apa yang kupikirkan.

Seiring berjalannya waktu, semester demi semester berlalu aku sudah mulai bisa mengurangi sifat-sifat jelekku. Yah kurasa itulah yang nama proses. Aku mulai berani mengemukakan pendapat dan bertanya walau sekali-kali. Aku sudah mulai kenal dengan beberapa orang lagi dari kelas lain walau itu pun tak banyak. Aku mulai bisa mengatur keuanganku walau masih tetap sedikit boros. Aku mulai menjadi orang yang ceria dan berani narsis-narsisan lewat foto dan status-status di facebook. Sudah berani kemana-mana sendiri. Berani mengikuti seminar or pelatihan yang menunjang studiku tentang psikologi sendirian tanpa teman dekat. Yah memang itulah proses perkembangan. Tapi betapa terkejutnya aku ketika disaat-saat penting aku malah mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Ini seperti memutar jarum jam kembali ke masa remaja ku.

Di saat pengajuan judul skripsiku, judulnya aku lanjutkan dari mata kuliah metopelku. Saat judul itu tercipta memang ide-ide cemerlang tengah bermain di otakku. Tapi karena pengajuan judul ini udah lewat dari satu semester dari ide-ide itu muncul, aku mengalami kebingungan sendiri. Tak jarang pertanyaan-pertanyaan ini muncul: “apa yang harus aku lakukan?”, “apa yang harus aku tanyakan ke doping?”, “siapa yang harus aku hubungi untuk mendukung bahan penelitianku?”. Bagi kalian yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan kemampuan berinteraksi yang baik terhadap orang lain mungkin ini bukannlah menjadi hal yang terlalu memusingkan. Tapi bagi aku ini seperti bom atom yang siap meledak (pinjem lirik lagunya GitaGut) di kepalaku. Ini menjadi masalah bagiku. Aku kembali lagi dengan masalah-masalahku saat remaja. Mungkin sekarang memang cara berpikirku tidak sesimple saat aku remaja. Tapi banyak kekhawatiran yang aku rasa. Dan ujung-ujungnya aku malah tenggelam dengan pikiran-pikiranku sendiri. Aku kembali menjadi orang yang lebih suka diam. Aku kembali menjadi orang yang cuek. Aku selalu lari, ya sangat kencang malah untuk menghindar dari masalah skripsi ini, sampai detik aku nulis ini malah. Aku kembali menjadi orang yang anti social. Kalian tau pernah sekali ketika aku berada di tempat keramaian aku sama sekali nggak berani melihat orang lain. Bahkan hubunganku dengan sahabat-sahabatku menjadi renggang, dan hubungan ku dengan pacarku pun berakhir tanpa ada kejelasan. Parah banget kan? Ini harusnya udah nggak pantes dialami oleh orang seumuran aku.

Terkadang aku merasa sangat optimis untuk maju, tapi di satu sisi aku merasa takut, cemas dan nggak pede. Terkadang aku malah merasa sangat pesimis sekali, tapi di satu sisi aku ingat orang tua ku yang mungkin kecewa dengan keterlambatanku menjadi sarjana. Di saat begini ini ni aku jadi semakin mengalami kebingungan. Aku sendiri shock dengan apa yang kuoikirkan dan kulakukan. Konsep diriku benar-benar ancur.

Dari dulu aku memang terbiasa berpikir dari sudut pandang ku sendiri. Bahkan salah satu sahabatku pernah bilang kalo aku ntu orang yang terlalu cepat menjudge orang lain. Jadi di saat-saat seperti ini aku juga heran, aku sadar kalo yang sedang aku alami ini benar-benar jauh dari kata baik, tapi aku nggak bisa melawan egoku sendiri.

Nah melihat hal ini, aku juga berpikir gini “apa aku lagi menjalani masa regresi ya?”
Regresi dengan kata lain adalah mundur kebelakang. Jadi cenderung melakukan tingkah laku yang sudah tidak pantas untuk dilakukan lagi pada masa perkembangan tertentu. Yah kurasa aku memang harus banyak membaca lagi ni biar bisa jawab pertanyaan itu dan tentunya bisa merubah diriku menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Doain aku biar punya semangat lagi ya untuk mengusir sifat-sifat jelek itu teman-teman dan skripsiku bisa tersentuh lagi…..
Keep fighting (>O<)P…..

*Oia ada yang tau dimana kita bisa nyari semangat dan motivasi untuk diri sendiri??? (Stupid question)

20 April 2010

4 komentar:

  1. Chici, salam kenal...
    Secara teori psikologi, tentu chici jagonya membahas apa yang lagi dialamin sama Chici...
    Sekedar berbagi, moto hidup gw, Menjadi diri sendiri dengan terus belajar menjadi lebih baik. Be Yourself, Be Better. Hehehe...
    Proud to be me :)

    BalasHapus
  2. Chi, postingannya panjang sekali, kok gak dijadiin 2 bagian ~,~ *maapkeun karena bacanya skip skip* pokoknya belajar untuk mendewasakan diri setiap hari ya :)

    BalasHapus
  3. @sofia: thx ya ud mampir n salam kenal jg.. Nice motto sist...

    @fenty: makasih mbak, hehe ia ni kepanjangan tulisannya, abis aku kebiasaan kalo nulis gitu, kalo uneg2nya lg bnyak bs jdi berlembar-lembar gtu. Ntar d kalo buat tulisan yg pnjg lg aku bg jd 2 part... Hehe menjadi dewasa ntu rada sulit ya mbak ternyata...

    BalasHapus
  4. Perjalanan hidup seseorang bersifat multifaktoral dan memiliki kedinamisan yang sangat tinggi. Kedewasaan itu sendiripun tendensius ambigu dan abstrak. Karena kedewasaan bersifat konseptual dan tidak konkrit. Pada intinya manusia hidup itu pasti adakalanya transgresi dan regresi (kalau kamu mau menggunakan istilah ini utk moving forward and backward) sedang transisi itu saat2 ditengah2 antara transgresi dan regresi. Aku punya keponakan yang terkadang memukau dengan pemikiran sederhananya yang aslinya sangat dewasa, namun terkadang diriku sendiri bisa bersifat kekanak-kanakan. Kalau mau mendalami hal ini kepala bisa sampai botak padahal baru sampai pada teori jungian. Untukku sih, transgresi, regresi, transisi.. dinikmati saja! That's life. Yang jelas ketika kita sudah bisa menerima diri kita apa adanya dan mengenal serta memahami kelemahan kita serta kelebihan kita, yang banyak2 terjadi dan datang itu malah transgresi (konsep kedewasaan kalau bisa dibilang) (@.@)\

    BalasHapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...