Senin, 06 Agustus 2012

Layang-layang Didi

 ..... ..... ..... ..... .....

Hari ini adalah hari kelahiranku. Oleh tangan seorang laki-laki yang ingin memenuhi janjinya pada seorang gadis kecil yang belakangan aku tahu namanya adalah Didi. Tubuhku berwarna kuning dan memiliki ekor dengan pita berwarna putih.

Didi tampak senang dengan kehadiranku. Dia berlonjak kegirangan ketika laki-laki yang dipanggilnya ayah itu menyerahkanku padanya. Didi berjanji pada ayahnya akan menjagaku baik-baik dan akan semakin giat belajar. Aku bingung, entah apa hubungannya aku dengan giat belajar.   

Kemudian ayah Didi memasangiku dengan seulas benang putih yang berujung pada gulungan pada sebuah kaleng bekas susu kental manis. Lalu aku dibawanya keluar rumah dan mulai diterbangkannya ke udara. Aku senang sekali, perlahan-lahan aku mulai naik.Tinggiku pun sudah melampaui pohon mangga yang ada di samping rumah Didi. Aku mendongak ke atas dan mendapati hamparan biru yang seakan tak berujung. Aku suka ini. Angin juga bertiup tidak terlalu kencang. Tubuhku meliuk-liuk santai seakan sedang menari. Sesekali ayah Didi menarik benang yang terikat pada tulangku agar aku dapat terbang dengan stabil.

Tak lama ayah Didi menurunkanku/ Tubuhku terhempas ke tanah keras. Sedikit sakit memang, tetapi untung tidak ada batu di sana yang mungkin saja bisa merobek tubuhku. Tampak Didi berlari ke arahku dan memungutku. Sekarang tibalah saatnya Didi yang akan menerbangkanku. Tubuhku berkali-kali terhempas ke tanah karena Didi gagal menerbangkanku. Tetapi Didi tampak sangat bersemangat untuk menerbangkanku. Sampai akhirnya ia pun berhasil membawaku bertemu hamparan biru tadi.

Kali ini banyak gumpalan-gumpalan putih yang menyertai hamparan biru ini.Tetapi itu tidak mengurangi perasaanku yang bahagia karena berdekatan dengan hamparan biru ini. Sesekali Didi juga menarik-narikku seperti yang dilakukan ayahnya tadi. Aku suka sekali berada di atas sini.

Sedang asik-asiknya meliuk kesana kemari, kemudian terdengar suara seperti gemuruh dari kejauhan.
"Oh tidak, sepertinya akan ada angin besar" dalam batinku.
Tak lama aku pun merasa terombang-ambing tak tentu arah.  Aku melihat benang ditubuhku memendek. Itu artinya ia telah terpisah dari kaleng susu yang dipegang Didi. Di bawah sana tampak Didi berlari mengikuti. Aku pu berteriak sekuat tenaga,
"Tolong aku Didi....".
Tapi lama kelamaan bayangan Didi pun tak terlihat lagi olehku. Aku bingung. 
"Apa yang harus aku lakukan? Apa yang akan terjadi padaku jika tidak ada Didi?" batinku.

Gerakan tubuhku semakin tidak menentu. Tiupan anginnya terlalu kencang dan itu membuatku takut.
"Aku benci kau angin" rutukku dalam hati.

Tak lama tiupan angin itu mereda, tetapi itu belum membuatku lega. Perlahan-lahan tubuhku merasa ringan dan merasa sedang jatuh bebas. Kali ini bukan terhempas ke tanah keras seperti tadi, melainkan ke dalam rimbun dedaunan sebuah pohon cermai. Ekorku putus tersangkut salah satu dahan pohon itu. Aku meringis. 

Aku kesal. Aku tak kenal dengan situasi seperti ini. Lalu aku merasa tubuhku seperti didorong dari arah bawah oleh benda tumpul. Dari sana juga terdengar celotehan beberapa orang bocah. Aku kemudian melihat ke arah sumber suara itu. Tampak di bawah pohon itu seorang bocah mendorong tubuhku dengan sebatang kayu.
"Sukurlah, akhirnya ada yang menemukanku. Aku tidak akan ketakutan lagi" batinku.
Tampak bocah-bocah lainnya menyemangatinya untuk menolongku turun dari pohon itu. Setelah berkali berusaha mendorongku, akhirnya aku terjatuh. Tapi kali ini tubuhku terasa sakit, tulangku juga ngilu. Ditambah lagi mereka beramai-ramai memperebutkanku, mereka menarikku kesana kemari. Kemudian terdengar suara robekan dari bagian kanan tubuhku. Tubuhku terasa sakit sekali. Ingin sekali menangis rasanya. Seketika itu juga mereka berhenti menarik-narikku.
"Ah sudahlah, dia sudah robek. Mana bisa diterbangkan lagi" ujar seorang anak.
"Benar, percuma saja kita memperebutkannya" tambah anak lainnya.
Tubuhku pun dicampakkan kembali oleh mereka dan mereka pun bergegas pergi meninggalkanku. Sendiri. 
Tanpa kusadari, air mataku pun tumpah.
"Ini hari kelahiranku, tapi mengapa mereka tega begitu? Aku ingin pulang... Aku ingin Didi..." teriakku.

..... ..... ..... ..... .... 


Terinspirasi dari melihat 
anak-anak belakang rumah yang 
layang-layangnya putus.



10 komentar:

  1. Wakah, mbak..
    Ceritanya misterius, nih..
    Ternyata yg si 'aku' itu layang2, ya :D
    Sukak >.<

    BalasHapus
  2. duh..., robek deh jadinya, hiks....

    [ikut merenungkannya]

    BalasHapus
  3. Alan:
    makasih lan :)

    Mbak Mila:
    Ho oh, pas nulisnya aja sedih sendiri mbak
    *lebay

    Happy Fibi:
    Hahha kok malah jadi misterius bi?

    Mbak Ika Hardy:
    So poor :(

    Pak Akhmad Muhaimin Azzet:
    Layang-layang yang malang ya pak :(

    BalasHapus
  4. itu layang2nya sobek direbutin yaa, kalau cewek pake rok sobek di rebutin juga gag yaa #koment orang lagi lesu :D

    BalasHapus
  5. sebuah cerita yang memberikan suatu sudut pandang yang berbeda.. :)

    BalasHapus
  6. Niar:
    Hahaha lesu apa laper tuuuh? :p

    a.i.r:
    Terkadang hal-hal simple itu jarang kita sadari ya mas :)

    BalasHapus
  7. waduh kalimat terakhirnya yang gak tahan chi,,,"ini hari kelahiranku" n Bla bla bla... klimaknya nyentuh.

    BalasHapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...