Rabu, 09 Maret 2011

Sulitnya Mempertahankan Tradisi

Tadi malem  karena nggak bisa tidur, akhirnya aku mencoba menghabiskan buku Ranah 3 Warna yang sudah dari tanggal 2 kemarin nggak kelar-kelar aku baca. Di bab-bab terakhirnya, Alif bercerita tentang tradisi "Buru Kandiak" atau berburu babi hutan di kampung halamannya yang terletak di selingkaran Danau Maninjau. Tujuan dari berburu ini sebenarnya untuk membasmi hama (dalam hal ini: babi hutan) bagi perkebunan warga sekitar. Buat mereka ini merupakan tradisi disana dan masih ada sampai sekarang. 

Yang bikin salut dari orang-orang Padang adalah mereka kerap kali masih menjaga tradisinya walaupun berada di perantauan. Malah terkadang mereka menularkannya untuk masyarakat sekitarnya. Seperti yang pernah aku ceritain tentang tradisi Pekan, yang pernah aku posting beberapa bulan yang lalu, mereka juga menularkan tradisi itu di daerah perantauannya (dalam hal ini di Takengon pastinya). Nah begitu juga dengan tradisi berburu, di Takengon mereka juga tetap membawa tradisi itu ke Takengon. 

Kebetulan di sekitar rumahku di Takengon, kebanyakan tetanggaku adalah orang Padang. Dan aku ingat sewaktu aku kecil mereka masih sering tuh berburu babi (tapi lupa biasanya hari apa). Aku juga ingat kalau baru pulang dari kebun bersama orang tuaku, ada tempat khusus untuk menggantung babi hasil buruan mereka. Aku juga bingung sih, sehabis itu babinya diapain, Apa tetap digantung gitu, atau dikubur. Tapi kalau dari cerita Alif, biasanya mereka menguburnya. Tapi sekarang pemandangan itu sudah jarang kutemukan. Entah juga apa karena daerah kebun orang tuaku sekarang sudah mulai dipenuhi dengan perumahan penduduk, jadi mungkin babi-babi itu udah jarang turun kali ya?

Entahlah, bisa dibilang aku ini rada krisis identitas kalau mulai bicarain tradisi gini. Habisnya, walau bersuku Jawa, tapi aku juga tidak mengerti tradisi Jawa, dan kebetulan daerah rumahku kebanyakan orang perantauan, Terus walau lahir dan besar di daerah Gayo, tetap aja aku nggak terlalu mengerti tradisinya, karena tidak punya banyak saudara yang bersuku Gayo, dan kalau tau sedikit tentang tradisinya, itu pun aku belajar di sekolah atau teman-teman aja. Terkadang miris dan iri melihat mereka yang berada di lingkungan asli sukunya dan bisa banyak belajar banyak dari orang sekitarnya, tetapi malah menyia-nyiakan itu. Padahal dari kita yang muda inilah tradisi itu bisa tetap bertahan.

Ayo donk teman-teman cintai tradisi sukumu, kalau bisa belajar lebih banyak lagi tentang tradisi suku lain yang ada di sekitarmu. Aku suka sekali memperhatikan dan menyaksikan tradisi-tradisi yang ada di sekitarku, walau itu baru beberapa, tapi itu terasa menyenangkan buat orang yang mengalami krisis identitas seperti aku. Huuua jadi kumat nih banyak bicaranya...
Ayooo... ayooo... tradisi apa saja yang ada di daerahmu?

9 komentar:

  1. hhmmm..saya jadi bingung, tradisi apa yang saya mesti jalanin?? aceh (asal orang tua) ??? jakarta (kota kelahiran)??? atau banjar(kota saat ini)???

    BalasHapus
  2. Hmmm....
    aku jadi ikutan bingung juga nih mas...
    *berpikir keras

    BalasHapus
  3. kalo Saya kebetulan Orang Batak, cuma lahir dan besar di Bekasi dan kedua orang tua berkomunikasi sama anaknya pake Bahasa Indonesia, jadi susah deh buat belajar Bahasa Batak dan ngerti Adat Batak, padahal dari lubuk hati yang paling dalam pengen banget bisa dan ngerti, hehehe...

    BalasHapus
  4. klo ditanya asli asal darimana aku sndiri jg bingung. mslahny bapak dari surabaya, ibu dari padang. nah trus aku sndiri lahir di sidoarjo.
    jadi mau nularin tradisi yang mana yak?? hehehe

    BalasHapus
  5. hoooouu houu, saya juga gitu Ci, kadang krisis identitas gitu, wlopun orang sini dan besar disini sih tapi gk bisa dengan bahasanya dan jga cuma dikit tau tentang kebiasaan2 ataupun adat :D

    BalasHapus
  6. dalam kondisi kemajemukan seperti sekarang,pertahankan saja tradisi yang berfungsi sebagai pemersatu identitas kita, bangsa indonesia.tidak peduli mau suku apa, yang utama ciri yang bisa dijadikan kesamaan dari bangsa ini...itu saja yang dicari, ditelusuri kemudian dikembangkan. Seperti adat ketimuran kita yang beretika dan sopan santun..itu mungkin bisa dijadikan bahan untuk dikedepankan, berhubungan dengan kondisi sekarang, banyak orang muda yang serba permisif dan apatis atau bahkan tidak terpikirkan....

    BalasHapus
  7. @Grinsant: Gimana kalau kamu nanya2 tuh ama ortu kamu, karena mereka kan dari suku yang sama, jadi buat ngorek2 info dikit tentang adat Batak malah lebih mudah tuh sant... Untuk jadi tau, nggak ada salahnya kan bertanya, hehe...

    @Zahrazah: hmm... memang agak repot yah kalau ortu kita dari dua suku yang berbeda, tapi sebenarnya malah lebih beruntung tuh, kalau kamunya rajin cari tau, langsung tau tentang adat keduanya deh :D

    @Diah: Hihihi... ternyata bukan saya sendiri aja yang dilema ya jeung :p

    @mas Arya: setuju banget ama yang mas bilang. Ya itu juga yg buat kita beruntung, karena masyarakat Indonesia yang majemuk, jadinya kita bisa tau banyak tentang berbagai adat di dalamnya jika rajin cari tau, tapi yg pasti tidak lupa juga mengedepankan tradisi pemersatu yg mas maksud :D

    BalasHapus
  8. Tradisi yang baik dipertahankan, tradisi yang buruk ditinggalkan. Ya kalo tradisinya bakar-bakar sawah tiap sebulan sekali sih jangan dipertahankan mbak. hehehehe

    BalasHapus
  9. @kokol: yups... setuju...
    bakar-bakar sawahnya ntar kelar musim panen aja, hihi....

    BalasHapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...