Matahari mulai meredup. Di saat seperti ini adalah saat-saat aku selalu rindu padamu. Menurutmu ini adalah waktu yang tepat untuk meracik black coffee kesukaanku. Seperti sudah menjadi kewajiban bagimu untuk meraciknya untukku bila kau mampir ke warung ini. Warung Pak Harun yang berada di pertengahan antara tempatku dan tempatmu bekerja. Di sini pula pertama kali kita bertemu.
Aku ingat pertama kali kita bertemu, hari itu hujan dan aku meninggalkan payungku di rumah pada pagi harinya. Sebenarnya itu bukan kebiasaanku. Payung adalah benda wajib yang harus selalu ada di dalam tasku. Tapi entah mengapa hari itu aku lupa menyimpannya kembali setelah diangin-anginkan karena hujan di hari sebelumnya. Mungkin juga ini takdirku untuk bertemu denganmu.
Sore itu kita sama-sama kehujanan dan memilih warung pak Harun untuk berteduh. Warung sederhana yang hanya memiliki tiga buah meja dan beberapa kursi di dalamnya. Ternyata banyak para pekerja yang bernasib sama dengan kita. Tidak membawa payung dan memilih berteduh di sana. Waktu itu aku memilih untuk duduk di sampingmu. Tidak, itu bukan karena aku sengaja. Itu hanya kebetulan yang akhirnya menjadi awal manis untuk ceritaku dan kamu.
Kau memesan espresso dan aku memilih black coffee untuk menghangatkan badan. Saat itu kau lah yang mengajakku berkenalan untuk pertama kalinya. Kita mengobrol panjang tentang kopi. Ternyata kau benar-benar pecinta kopi. Bahkan aku yang sedari kecil sudah mengenal kopi terkalahkan dengan semua pengetahuanmu tentang kopi.
Hampir setiap sore kita bertemu di sana, kecuali ketika kita lembur dan di akhir pekan. Dan hampir setiap kali kesana kau selalu meracik black coffee untukku. Kadang aku berpikir , warung itu sepertinya kepunyaanmu, bukannya Pak Harun. Sesekali kau juga menambahkan susu ke dalam black coffeeku.
"Ini seperti kita" katamu.
"Iya, aku si putih dan kau di hitam" jawabku.
"Yang penting hitam manis kan?" candamu.
"Dan yang terpenting aku suka" jawabku.
Aku juga heran, darimana keberanian itu datang. Biasanya aku bukanlah orang yang suka berucap spontan. Tapi denganmu aku begitu. Pipimu bersemu merah mendengar celotehanku. Saat aku menyadari itu, pipiku pun ikut bersemu.
Pict from here
* Lagi kehabisan ide buat nulis nih. Ini salah satu ff yang pernah aku tulis di akun Wattpadku mampir kesana juga ya teman-teman :)
endingnya lucu :D
BalasHapusbagus kok ff nya
BalasHapussalam kenal ya :)
ff tuh apaan ya mbak?
BalasHapusiya, FF apa yah? *ga tau apa-apa hihi*
BalasHapusff itu flash fiction teman2 *mewakili chici*
BalasHapuseh kalau hitam manis, semu merahnya keliatan nggak sih chi ? :p #kepo
good fiction, like it...
BalasHapusAnotherorion:
BalasHapushihi masa sih?
Esti Sulistyawan:
Thanks ya Esti, salam kenal juga :)
Karyakuumy:
FF itu flash fiction say :)
Audrey Subrata:
tuh udah dijawab mbak Fenty bi :)
Mbak Fenty:
*eh iya juga ya mbak, tapi kayaknya masih keliatan sih, hehehe...
Yadibarus:
Thanks mas bro :)
Keren ne ceritanya..
BalasHapusIngat2 tentang kopi..
Jadi ingat kisah kita yang blom sempat mencicipi sang kopi mahal..Kopi luak..
heheh..:)
padahal tadi saya menduga ini bukan fiksi..
BalasHapustapi sepertinya pernah mengalami secara pribadi hal di atas.. :D
Wattpad itu apaaaa... calon mainan baru nih sptny hahahaa
BalasHapusLa Tahjan:
BalasHapusMakasih ilaiii....
Hahaha kopinya aja udah dibawa ke Takengon itu...
Affanibnu:
ini asli fiksi loh affan :)
Mbak Mila:
klik linknya aja mbak kalo penasaran, itu tempat para penulis fiksi sih sebenarnya. Aku juga masih belajar maen di sana, hehehehe...
Postingnya keren ^^
BalasHapusboleh pesan teh hangat! ^o^
Achito:
BalasHapusThanks Chito :)
*nyodorin teh hangat